Regulasi Media di Indonesia

Sumber : Pixabay

Laporan terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite mengungkap bahwa lebih dari separuh penduduk di Indonesia telah “melek” alias aktif menggunakan media sosial pada Januari 2021. Data tersebut sangat berbanding terbalik dengan jumlah dan minat media massa. Meski sama-sama sebagai media publikasi dan bisa diakses secara terbuka (umum), media sosial berbeda dengan media massa atau pers. Media sosial umumnya dimanfaatkan pengguna internet secara pribadi untuk beragam kepentingan personal, politis, dan bisnis.


Media    sosial    adalah    media sharing sedangkan    media    massa     adalah media reporting, yaitu media wartawan atau jurnalis untuk melaporkan peristiwa dalam konteks jurnalisme. Pembeda utama media sosial dan media massa adalah dari sisi kelembagaan. Media sosial bisa dibuat siapa saja, baik individu maupun kelompok. Sedangkan  media massa adalah media resmi berbadan hukum atau dimiliki lembaga dalam hal ini lembaga  pers.


Sebagai salah satu lembaga penting bangsa dan mampu melaksanakan peran dan fungsi media     yang benar. Media harus menerapkan peraturan secara profesional. Perilaku media tidak dapat dilepaskan dari kepentingan pihak-pihak yang terkait dengan sistem media. Pihak-pihak tersebut adalah pekerja media (wartawan); pemilik media (pengusaha); audien (masyarakat); dan regulator (pemerintah).


Keberlangsungan hidup media massa saat ini tengah terancam. Hal tersebut merupakan imbas dari persaingan ketat antara media sosial dengan media mainstream. Para pegiat pers dan pengusaha media pun mendesak pemerintah untuk menerbitkan regulasi yang mengatur tentang aturan main yang tegas.


Apa sih regulasi media itu? Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengaturan. Regulasi juga dapat diartikan sebagai aturan yang mengatur masyarakat. Sedangkan regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formal berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum. Regulasi juga merupakan segala yang mengatur kehidupan bersama selain mengatur etika.


Regulasi media juga bisa diartikan sebagai aturan-aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan yang mengatur hubungan dan operasional media massa. Regulasi sangat penting bagi keteraturan dan keseimbangan hubungan media massa dengan pemerintah, masyarakat,  sesama media massa dan media secara global.

Sasaran utama dari regulasi media ini adalah pers, radio dan televisi, tetapi juga dapat mencakup film, musik rekaman, telegram, satelit, penyimpanan dan teknologi distribusi (disk, kaset, dan sebagainya), internet, ponsel, dll. Regulasi media merupakan perangkat media  massa yang memiliki peraturan, di mana semuanya diatur oleh pemerintah dan beberapa badan yang membawahi media massa, peraturan diatur dalam hukum dan aturan yang sesuai dengan prosedur.


Regulasi media haruslah bersandar pada konstitusi negara, yakni UUD 1945. Dengan kata lain, berdasarkan konstitusi, regulasi media harus menjamin demokrasi media. Utamanya dalam menjamin keberagaman.


Oleh karenanya memang perlu sekali ada regulasi sebagai kontrol dan pembinaan media massa oleh pemerintah dan lembaga lainnya. Ini semua diatur di dalam hukum yang memiliki aturan dan prosedur untuk mencapai berbagai macam tujuan, misalnya    dalam hal intervensi dalam melindungi kepentingan umum yang dinyatakan di dalam regulasi       media, serta mendorong persaingan dan pasar media yang efektif atau menetapkan standar teknis umum.


Regulasi dapat berbentuk peraturan yang ditetapkan pemerintah (seperti Undang- Undang Pers); atau kode etik yang ditetapkan oleh organisasi wartawan atau profesi (seperti Kode Etik Jurnalistik). Regulasi yang mengatur kehidupan pers di Indonesia adalah Undang- Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, juga ditetapkan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) untuk wartawan/industri media yang diatur oleh Dewan Pers.


Sedangkan regulasi penyiaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Media penyiaran terdiri atas radio dan televisi. Media penyiaran dapat berbentuk: (a) Lembaga Penyiaran Publik; (b) Lembaga Penyiaran Swasta; (c) Lembaga Penyiaran Komunitas; dan (d) Lembaga Penyiaran Berlangganan yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Sebagai penjabaran Undang-Undang Penyiaran. Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).


Kedua regulasi tersebut sangat penting dilaksanakan oleh industri media di tanah air di tengah besarnya harapan masyarakat terhadap peran media untuk ikut serta dalam mengatasi masalah-masalah bangsa. Setiap regulasi dibuat untuk kepentingan publik, dalam kaitannya dengan media, regulasi bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap dampak negatif media. Undang-undang juga perlu diperbaharui karena kondisi perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih. Jika undang-undang tidak secara teratur diperbaharui, kemungkinan besar undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat. Paling tidak UU tersebut diperbaharui minimal 5 tahun sekali.


Kesimpulannya, regulasi media pada dasarnya digunakan untuk menjamin hak hak warga negara untuk mendapatkan isi media yang baik dan akses yang memadai, sehingga keberagaman berita dapat terjaga, dan wartawan atau jurnalis dapat bekerja secara profesional.


Di kehidupan sosial, pastinya kita tidak lepas dari yang namanya komunikasi. Dalam hal ini komunikasi bisa kita lakukan dengan keluarga, tetangga, teman dan lingkungan sosial sekitar. Berbagai jenis dan cara berkomunikasi sekarang ini sangat mudah dengan adanya media. Apalagi pada zaman sekarang media begitu canggih, dan mudah digunakan. Media juga dapat menjadi sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

Penulis : Desty Ayuning Tyas 1901026147
Editor : Mafriha Azida 1901026140

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama